Tak secanggih saat ini, dulu berlajar bahasa asing dilalui dengan perjuangan yang pilu. Teknologi yang ada masih belum secanggih sekarang, seperti internet dan perangkat elektronik yang sekali klik dan tanpa keluar rumah pun bisa langsung belajar. Namun, tahukah kamu banyak tokoh di zaman dahulu pandai berbahasa asing? Lalu bagaimana mereka belajar??
Salah satu hal paling efektif yang dilakukan orang zaman dahulu dan orang zaman sekarang untuk belajar bahasa asing adalah dengan cara seperti yang diungkapkan oleh seorang Linguis, Nida. Menurut Eugene A. Nida, cara terbaik untuk belajar bahasa asing adalah dengan mendiami daerah asal bahasa asing tersebut dalam beberapa waktu.
Dijelaskan dalam buku Henry Guntur Tarigan, “Keterampilan menyimak”, bahwa Nida telah mewawancari seseorang yang menguasai banyak bahasa, lalu dia bertanya apa rahasianya? Ternyata dia mendiami wilayah bahasa asing itu dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini memang terbukti efektif, tapi tidak semua orang pintar berbahasa asing dengan cara itu karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk ke luar negeri. Pendapat Nida pun tak sepenuhnya benar karena tak semua orang yang tinggal atau menetap di suatu negara/daerah asing berhasil menguasai bahasa tersebut, tergantung masing-masing individunya.
Berkenalan dengan Sosok Wanita Intelektual
Jika berbicara mengenai kemampuan bahasa asing dan tokoh wanita dulu, ada sosok perempuan poliglot di Indonesia yang tak boleh ketinggalan. Sosok wanita intelektual dan pejuang pendidikan bernama R.A. Ayu Lasminingrat. Meski jarang terdengar jika dibandingkan RA. Kartini dan Dewi Sartika, namun kiprahnya di dunia pendidikan tak bisa dianggap remeh. Bahkan wanita Sunda ini merupakan tokoh bagi kemajuan wanita Sunda jauh sebelum muncul Dewi Sartika dan RA Kartini.
Kiprah RA Ayu Lasminingrat
Raden Ayu Lasmi Ningrat lahir di Garut, Jawa Barat pada tahun 1843. Ayahnya bernama Raden Haji Musa, sedangkan sang ibu bernama Raden Ayu Ria. Raden Ayu Lasmi Ningrat berjuang keras melakukan beberapa upaya agar masyarakat Sunda bisa mempelajari ilmu pengetahuan dengan mudah.
Salah satu upaya yang dilakukannya dengan menerjemahkan beberapa buku ilmu pengetahuan berbahasa Belanda ke bahasa Sunda. Buku-buku tersebut meliputi pendidikan moral, sosial, matematika dan psikologi.
Tak hanya itu, Lasmi Ningrat juga berhasil mendirikan Sekolah Keutamaan Istri di pendopo Garut pada tahun 1907. Di tahun 1911, sekolah tersebut pindah ke Jalan Ranggalawe dengan total murid sebanyak 200 orang. Akhirnya pada tahun 1913 sekolah yang didirikan Lasmi Ningrat itu disahkan pemerintah Hindia Belanda.
Menguasai Banyak Bahasa Asing
Menurut Dedy Effendi, Lasminingrat telah menguasai 7 bahasa yaitu bahasa Sunda, Melayu, Indonesia, Arab, Prancis, Belanda, dan Inggris. Beliau belajar bahasa asing dengan gurunya yang bernama Henry David Levysson Norman. Meski begitu, beliau juga gigih belajar melalui buku dan majalah bahasa asing.
Kemampuan Bahasa Asing KH Agus Salim
Bagaimana dengan K.H. Agus Salim? Kemampuan berbahasanya tidak diragukan lagi, beliau menguasai 9 bahasa asing, belum lagi bahasa daerah. Menurut beberapa literatur, ada sekitar 4 bahasa daerah yang K.H. Agus Salim yang berhasil dikuasai. Kemampuan berbahasa ini menjadikan K.H. Agus Salim sebagai orang yang berwawasan luas, hingga Bung Hatta pernah berkata, hanya ada 1 dalam 100 tahun orang yang terlahir seperti K.H. Agus Salim.
Beliau orang yang sangat suka belajar, saat kecil beliau tidak akan tenang pergi bermain sebelum belajar. Tidak hanya buku berbahasa Indonesia yang dibacanya, tetapi juga buku bahasa asing, kegemarannya dalam membaca inilah yang membawa beliau menjadi seorang poliglot.
Tak hanya melalui aktivitas pasif seperti membaca, namun belajar secara aktif dengan mempraktikkannya. Itulah yang membuat KH Agus Salim dapat berpidato dalam bahasa Arab, Prancis, dan Inggris hingga membuat dunia terpana. Terlepas dari kegigihannya belajar bahasa asing itu.
Pribadi K.H. Agus Salim juga memiliki kecerdasan bawaan yang luar biasa dan multiple intelligence. Beliau menonjol dengan kecerdasan linguistik yang mengantarkannya pada kecerdasan-kecerdasan lain.