Halo! Lister sebagai platform pembelajaran bahasa asing berbasis online di Indonesia, kali ini akan membagikan sebuah kisah menarik dari seorang lulusan the University of Monash, Suseno Mahardiko yang juga sebagai tutor di Lister loh.
Sebelumnya, apakah kamu pernah mendengar Monash University fellas? Jadi, the University of Monash adalah salah satu universitas terbesar di Australia. Kampus utamanya terletak di Clayton, Victoria, Australia. Universitas ini termasuk salah satu perguruan tinggi yang menjadi incaran mahasiswa Indonesia, loh. Seperti kak Seno, sapaan akrab pria lulusan Universitas Negeri Jogjakarta dari jurusan Pendidikan Matematika tahun 2015 ini. Mau tau kisahnya? Simak artikel ini sampai habis ya.
Apa alasan memilih Australia?
Pertama, karena LOA yang sudah keluar dari Monash University sehingga ini menjadi pertimbangan awal. Kedua, karena Australia terutama kota Melbourne sebagai kota mahasiswa terbaik di Australia dilihat dari mutu pendidikan, perpaduan mahasiswa, daya tarik, dan peluang kerja. Selain itu, Monash University memiliki profesional development untuk capacitybuilding. Di sana, kak Seno mengambil jurusan Expert of Teaching Practice. Ia meyakini bahwa pendidikan itu berkembang dan kita tidak bisa membatasi diri. Meskipun pendidikan matematika adalah latar belakangnya di S-1, namun hal itu justru menjadi motivasinya untuk mendalami ranah pendidikan dalam segi pengajaran dan penilaian sebagai jantung pendidikan.
Adakah tantangan saat mengambil jurusan itu?
Tantangan yang sebenarnya terletak pada mental seseorang itu sendiri, yaitu bagaimana ia mampu mengalahkan diri sendiri, mau bergaul dengan masyarakat yang baru, berusaha mencari tantangan dan mau mengubah mindset yang salah. Intinya, mental sebagai pembelajar harus ada.
Dari jurusan itu, adakah hal yang paling menarik minat?
Di jurusan expert of teaching practice, sebenarnya ada banyak hal yang dipelajari, tapi yang paling menarik adalah terkait education, curriculum pedagogy dan assessment. Dimana hal tersebut sangat terpakai pada sistem pendidikan di Indonesia.
Bagaimana dengan sistem perkuliahan di sana?
Sebagai mahasiswa master, tentu penugasannya dominan dalam hal menulis essay, mini thesis, dan artikel tapi itu juga tergantung mata kuliah yang diambil. Selain itu, dalam satu semester pembelajaran tatap muka biasanya hanya 3-6 kali saja. Hal ini berkaitan dengan ranah social humaniora yang memang harus banyak membaca. Sistem pembelajaran di sana lebih fleksibel namun tetap dalam koridor profesional serta mengedepankan kolaborasi daripada kompetisi. Dikarenakan budaya yang multikultural, sangat membantu dalam memperluas networking juga.
Adakah tempat-tempat yang dikunjungi dan berkesan sewaktu di Australia?
Yang pertama adalah kota Clayton, tempat tinggal kak Seno waktu di Australia. Kedua adalah Monash Merah Putih, sebuah komunitas berisi orang-orang Indonesia yang ada di sana. Baginya itu adalah pengalaman yang tak terlupakan karena rasa solidaritas yang sangat tinggi di sana. Biasanya kak Seno membeli makanan atau perlengkapan lain juga di sana. Ketiga adalah Tesselaar tulip festival yang biasanya digelar setahun sekali. Terakhir yaitu dinner plain, sebuah desa alpine eye-catching yang menawarkan atraksi menarik pada semua musim. Ka Seno pun menceritakan bahwa akan lebih istimewa jika berkunjung pada saat salju turun, lalu menyantap hidangan hangat dan minuman coklat bersama-sama.
Adakah pengalaman berkesan yang pernah dialami?
Pengalaman lucu maupun yang buruk pernah dirasakan oleh kak seno. Seperti ketika dirinya memasak telur di halaman saat musim panas tiba. Tepatnya pada bulan januari 2018 ketika suhunya mencapai 46 derajat. Hal itu adalah pengalaman lucu yang mungkin tidak akan ia rasakan di Indonesia.
Namun, pengalaman pahit pun kak Seno alami seperti saat dirinya terkena hyportemia, yaitu kondisi badan yang demam dan lemas saat musim dingin tiba. Lalu, ia pun harus tinggal di boarding house sendiri, karena teman-temannya pulang ke Indonesia. Di sore hari sekitar pukul 4 sore, ia mendapati banyak media internasional yang sedang meliput seorang wanita tua yang meninggal di dalam rumah yang kebetulan berseberangan dengan tempat tinggalnya. Dalam kondisi sakit dan sendirian, ia pun harus melayani pertanyaan dari polisi yang patroli dan media yang kebetulan sedang meliput. Rasanya pengalaman buruk belum usai sampai di situ saja. Kak seno menceritakan bagaimana rasisme itu sangat tinggi di sana, namun kebanyakan terjadi jauh dari kota. Ia pun menilai hal tersebut wajar, mungkin itulah cara mereka melindungi kehormatan suatu etnis.
Bagaimana dengan transportasi, akomodasi, dan konsumsi di sana?
Tinggal di kota besar tentu membutuhkan biaya hidup yang besar pula. Namun, karena semua biaya sudah di-cover oleh beasiswa LPDP. Solusinya, sebagai mahasiswa niatnya belajar di negeri orang tentu harus bersabar dengan berhemat. Kabar baik, di 2017 kak Seno mendapatkan kompensasi dari Cambridge University, sehingga bisa melakukan travelling dan mengumpulkan uang saku hingga 9.000 dollar. Waw!
Pernahkah mengalami culture shock? Jika iya, bagaimana cara mengatasinya?
Ka Seno menggambarkan dirinya sebagai orang yang culturalism, penyuka petualangan baru. Sehingga ketika di tempat baru, tidak terlalu mengambil pusing dengan budaya baru yang ada. Ka Seno pun menekankan bagaimana ia sering memilih jalan yang berbeda dari kebanyakan orang.
“Ketika semua orang mulai ke sana. Saya pilih jalan berbeda. Belajar dari filosofi orang jawa: narimo ing pandhum, selalu belajar.”
Suseno Mahardiko
Di sisi lain, tentu keahlian adaptasi sangatlah berperan, misalnya ketika berhadapan dengan budaya parkir dan aturan lampu merah yang berbeda dengan Indonesia. Selain itu juga budaya masyarakat di sana yang sangat disiplin. Satu lagi, menyinggung soal tingkat kejahatan atau kriminal di sana, aman dan tidaknya tergantung pribadi masing-masing. Pesan kak Seno adalah never give a chance to those trievers.
Apakah ada perubahan yang dirasakan pada diri sendiri sepulang dari Australia? Dan bagaimana penerapannya di Indonesia?
Kak seno menuturkan sepulang dari Australia, pola pikir/mindsetnya mulai terbuka. Terutama pada sudut pandang education for sustainability atau pendidikan jangan panjang. Ada 3 keseimbangan yang perlu diperhatikan mulai dari ekonomi, alam, manusia. Menurutnya, pulau jawa itu adalah over populated island, tidak hanya populasi penduduk yang sangat banyak tapi jumlah kendaraan yang banyak pula. Padahal dalam hidup ini kita pasti membutuhkan ruang gerak. Hal ini sangat penting mengingat kecerdasan pikiran bergantung dengan kecerdasan manusia itu sendiri. Selain itu, menyinggung persoalan budaya konsumtif yang sudah menjamur di masyarakat. Hal tersebut sangat membuka mata hati kak Seno, karena berseberangan dengan pola hidup yang ditawarkan ketika tinggal di Australia. Hmm, menarik ya!
Adakah tips untuk teman-teman yang ingin kuliah di Monash University?
Ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian, diantaranya terkait dengan capacity building , yaitu melihat ke dalam diri sendiri layak atau tidak untuk kuliah di luar negeri. Baik dari segi penalaran, logika bahasa, dan kemampuan lainnya. Yang kedua adalah kemampuan berbahasa asing yang baik agar dapat mengikuti jalannya perkuliahan di sana. Solusinya bisa gabung di komunitas belajar bahasa asing seperti Lister. Terakhir, kita harus memahami apa makna dari beasiswa dan kuliah itu sendiri. Jangan sampai cuma ikut-ikutan ya.
Itulah sedikit kisah berkuliah di negeri Kanguru, fellas? Jika kamu memiliki impian kuliah ke luar negeri, yuk! Persiapkan dari sekarang. Pesan kak Seno adalah talk less do more.