Jika belum pernah belajar ke luar negeri, pasti membahas pengalaman belajar di sana akan menjadi sangat menarik dan penuh gairah, bukan? Membayangkan bercengkrama dengan bule-bule dari berbagai negara, saling berdiskusi, bertemu professor terbaik, menjajal laboratorium canggih, dan berkutat dengan buku-buku dan perpustakan yang memadai. Ah indahnya!!
Tapi, bagaimana jika ekpektasi yang ada berbanding terbalik dengan realita yang dihadapi para mahasiswa yang berkuliah di sana. Apakah memang se-menyenangkan itu? Seperti yang terpampang di laman sosial media mereka?
Cerita ini dialami oleh kak Triawan, yang merupakan lulusan kedokteran hewan dari The University of Queensland. Perjuangan kuliah ke luar negeri itu berat? Begini menurut pandangan kak Triawan. Disimak ya!
Perjuangan mendapatkan sertifikat bahasa dengan nilai mencukupi
Bagi para mahasiswa yang ingin berkuliah di luar negeri, sertifikat bahasa ibarat “gerbang pembuka” yang menjadi awalan untuk melaju ke langkah selanjutnya. Pada universitas luar negeri yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, ada 2 macam sertifikat bahasa yang biasa dipakai, yaitu TOEFL (Test of English as a Foreign Language) dan IELTS (International English Testing System).
Khusus bagi IELTS, nilai “minimum” atau nilai ambang batas untuk dapat diterima di universitas di luar negeri adalah 6.5 overall, dengan catatan, tidak boleh ada nilai dibawah 6.0 untuk setiap sub test (Listening, Reading, Speaking dan Writing). Untuk mendapatkan nilai tersebut dengan kemampuan bahasa Inggris yang pas-pasan, kak Triawan harus les bahasa Inggris selama 6 bulan sebelum memutuskan untuk mengikuti tes IELTS yang sesungguhnya. Biaya untuk 1x tes IELTS cukup mahal, yaitu sekitar 2,8 juta rupiah per tahun 2016 lalu.
Perjuangan masuk universitas
Setelah sertifikat bahasa yang mencukupi didapatkan, langkah selanjutnya adalah mendaftar ke kampus tujuan. Pada umumnya, universitas-universitas di luar negeri sudah memakai “application system” yang mumpuni sehingga dapat mempermudah kita untuk mendaftar menjadi mahasiswa baru disana, termasuk mengisi kelengkapan biodata dan dokumen.
Selain mendaftar secara mandiri, kita juga bisa mendaftar melalui agen pendidikan. Karena dokumen-dokumen kelulusan (ijazah dan transkrip nilai) di negara kita belum dilengkapi dengan translation ke bahasa Inggris, otomatis harus mengurus translasi dokumen-dokumen tersebut ke kampus atau ke lembaga penerjemah yang tersertifikasi. Setelah semua persyaratan akademik kita lengkapi dan telah di-submit, kita harus menunggu sekitar 1 bulan untuk mendaptkan LoA atau Letter of Acceptance.
Jangan lupa persiapkan dokumen-dokumen penting
Selain itu, paspor dan visa penting untuk dipersiapkan. Untuk membuat paspor, kita bisa melakukannya di kantor Imigrasi sesuai dengan domisili kita. Untuk visa Australia, ada beberapa kelas visa yang berbeda, namun khusus untuk mahasiswa, jenisnya adalah visa student (subclass 500).
Ada berbagai prasyarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan visa student di Australia, mulai dari sertifikat bahasa, cek kesehatan, sampai surat bukti kemampuan finansial untuk mendukung proses belajar disana, yang dibuktikan melalui Letter of Sponsorship (LoS) dan atau Letter of Guarantee (LoG). Bagi calon mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk kuliah diluar negeri seperti saya, satu-satunya jalan adalah dengan mendapatkan beasiswa.
Perjuangan meraih beasiswa
Sebenarnya proses mendapatkan beasiswa dan proses mendaftar universitas bisa dilakukan secara bersama-sama. Akan tetapi, kak Triawan pribadi menyarankan untuk mendapatkan unconditional LoA terlebih dahulu sebelum mendapatkan beasiswa.
Hal ini karena unconditional LoA bisa menjadi modal berharga kita untuk memperbesar peluang diterima menjadi awardee beasiswa, sekaligus bukti kita memang serius untuk kuliah di luar negeri. Ada banyak sekali beasiswa bagi para calon mahasiswa luar negeri, termasuk beasiswa yang sangat populer bagi mahasiswa Indonesia, yaitu beasiswa LPDP.
Sebagai salah satu awardee, kak Triawan berpendapat bahwa beasiswa ini merupakan salah satu beasiswa terbaik, karena LPDP termasuk beasiswa full cover, yaitu yang menanggung semua pembiayaan mahasiswa mulai dari tuition fee atau biaya kuliah, living allowance atau biaya hidup, dan biaya pendukung lainnya. Satu hal penting saat proses seleksi penerimaan beasiswa LPDP maupun beasiswa lain adalah, kita harus meyakinkan selektor bahwa mereka memilih orang yang tepat untuk beasiswa tersebut.
Note: Rencana kuliah, penelitian dan rencana setelah kuliah yang jelas dan matang akan menjadi kunci untuk mendapatkan beasiswa luar negeri.
Melawan Cultural Shock
Setelah mendapatkan kepastian diterima di universitas tujuan, mendapatkan beasiswa dan berangkat ke negara tujuan, langkah selanjutnya adalah melawan culture shock. Kita harus menyadari bahwa kuliah di luar negeri, kita berada di lingkungan yang 180 derajat berbeda dari lingkungan Indonesia. Kultur sosial dan budaya yang berbeda harus segera dipahami. Misalnya; di Australia, bagi umat muslim seperti kak Triawan, ia harus selektif mencari makanan halal karena restoran yang ada di Australia memasak pork dan lard sebagai salah satu menu dan bahan masakannya.
Perjuangan Menyesuaikan Budaya Belajar
Budaya belajar di Indonesia dan luar negeri sangat jauh berbeda. Kampus di luar negeri telah mewajibkan seluruh mahasiswa yang telah menghasilkan karya ilmiah harus diperiksa terlebih dahulu melalui aplikasi anti plagiarisme. Jika angka kesamaannya dinilai tinggi, maka mahasiswa tersebut akan mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan yang ada. Inilah yang menjadi budaya atau iklim yang merebak di kalangan akademisi sehingga para mahasiswa pun terdidik untuk menghargai karya orang lain dan menghindari plagiarisme.
Lalu..
Dilihat dari segala sisi, kuliah di luar negeri itu memang berat. Namun dari sanalah, segala perjuangan yang dilakukan dari awal hingga lulus dapat terbayarkan. Proses yang menempa diri menjadi pribadi yang jauh lebih baik akan menjadi kenangan terindah dalam hidup.
Jadi, apakah kamu tetap ingin mengejar impian kuliah di luar negeri, fellas? Yuk persiapkan diri dengan baik di Lister agar kamu bisa meraih mimpi seperti kak Triawan!
Referensi:
Triawan Alkautsar – www.quora.com